Halaman

Rabu, 22 Januari 2014

Aji Saka

 Bukan maksud hamba menjiplak namun sekedar mengisi kekosongan blog yang sudah saya siapkan. Kelak kalau draft blog saya sudah jadi, maka akan saya isikan diwadah ini. Sebelum itu tak ada salahnya jika kita menyimak segala sesuatu tentang jawa melalui tulisan di wikipedia ini. Selamat membaca.

Aji Saka

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Aji Saka adalah legenda Jawa yang mengisahkan tentang kedatangan peradaban ke tanah Jawa, dibawa oleh seorang raja bernama Aji Saka. Kisah ini juga menceritakan mengenai mitos asal usul Aksara Jawa.

Asal mula

Disebutkan Aji Saka berasal dari Bumi Majeti. Bumi Majeti sendiri adalah negeri antah-berantah mitologis, akan tetapi ada yang menafsirkan bahwa Aji Saka berasal dari Jambudwipa (India) dari suku Shaka (Scythia), karena itulah ia bernama Aji Saka (Raja Shaka). Legenda ini melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa. Akan tetapi penafsiran lain beranggapan bahwa kata Saka adalah berasal dari istilah dalam Bahasa Jawa saka atau soko yang berarti penting, pangkal, atau asal-mula, maka namanya bermakna "raja asal-mula" atau "raja pertama". Mitos ini mengisahkan mengenai kedatangan seorang pahlawan yang membawa peradaban, tata tertib dan keteraturan ke Jawa dengan mengalahkan raja raksasa jahat yang menguasai pulau ini. Legenda ini juga menyebutkan bahwa Aji Saka adalah pencipta tarikh Tahun Saka, atau setidak-tidaknya raja pertama yang menerapkan sistem kalender Hindu di Jawa. Kerajaan Medang Kamulan mungkin merupakan kerajaan pendahulu atau dikaitkan dengan Kerajaan Medang dalam catatan sejarah.

Ringkasan

Membawa peradaban ke Jawa

Segera setelah pulau Jawa dipakukan ke tempatnya, pulau ini menjadi dapat dihuni. Akan tetapi bangsa pertama yang menghuni pulau ini adalah bangsa denawa (raksasa) yang biadab, penindas, dan gemar memangsa manusia. Kerajaan yang pertama berdiri di pulau ini adalah Medang Kamulan, dipimpin oleh raja raksasa bernama Prabu Dewata Cengkar, raja raksasa yang lalim yang punya kebiasaan memakan manusia dan rakyatnya.
Pada suatu hari datanglah seorang pemuda bijaksana bernama Aji Saka yang berniat melawan kelaliman Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka berasal dari Bumi Majeti. Suatu hari menjelang keberangkatannya ia memberi amanat kepada kedua abdinya yang bernama Dora dan Sembodo, bahwa ia akan berangkat ke Jawa. Ia berpesan bahwa saat ia pergi mereka berdua harus menjaga pusaka milik Aji Saka. Tidak ada seorangpun yang boleh mengambil pusaka itu selain Aji Saka sendiri. Setelah tiba di Jawa, Aji Saka menuju ke pedalaman tempat ibu kota Kerajaan Medang Kamulan. Ia kemudian menantang Dewata Cengkar bertarung. Setelah pertarungan yang sengit, Aji Saka akhirnya berhasil mendorong Prabu Dewata Cengkar ke laut Selatan (Samudra Hindia). Akan tetapi Dewata Cengkar belum mati, ia berubah wujud menjadi Bajul Putih (Buaya Putih). Maka Aji Saka naik takhta sebagai raja Medang Kamulan.

Kisah ular raksasa

Sementara itu seorang perempuan tua di desa Dadapan, menemukan sebutir telur. Ia meletakkan telur itu di lumbung padi. Setelah beberapa waktu telur itu hilang dan sebagai gantinya terdapat seekor ular besar di dalam lumbung itu. Orang-orang desa berusaha membunuh ular itu, akan tetapi secara ajaib ular itu dapat berbicara: "Aku anak dari Aji Saka, bawalah aku kepadanya!" Maka diantarkanlah ia ke istana. Aji Saka mau mengakui ular itu sebagai putranya dengan syarat bahwa ular itu dapat mengalahkan dan membunuh Bajul Putih di Laut Selatan. Ular itu menyanggupi, setelah berkelahi dengan sangat sengit dengan kedua pihak memperlihatkan kekuatan yang luar biasa, ular itu akhirnya dapat membunuh Bajul Putih.
Sesuai janjinya ular itu diangkat anak oleh Aji Saka dan diberi nama Jaka Linglung (anak lelaki yang bodoh). Di istana Jaka Linglung dengan rakus memangsa semua hewan peliharaan istana. Sebagai hukumannya sang raja mengusir dia ke hutan Pesanga. Ia diikat erat hingga tak dapat bergerak, lalu Aji Saka bersabda bahwa ia hanya boleh memakan benda apa saja yang masuk ke mulutnya.
Suatu hari ada sembilan orang bocah lelaki bermain di hutan. Tiba-tiba turun hujan, mereka pun berlarian mencari tempat berteduh. Untungnya mereka menemukan sebuah gua. Hanya delapan anak yang masuk berteduh ke gua itu. Seorang anak yang menderita penyakit kulit dilarang ikut masuk ke dalam gua. Tiba-tiba gua runtuh dan menutup pintu keluarnya. Delapan orang bocah itu hilang terkurung di gua. Sesungguhnya gua itu adalah mulut Jaka Linglung.

Asal mula aksara Jawa

Sementara setelah Aji Saka memerintah di Medang Kamulan, Aji Saka mengirim utusan pulang ke rumahnya di Bumi Majeti untuk mengabarkan kepada abdinya yang setia Dora and Sembodo, untuk mengantarkan pusakanya ke Jawa. Utusan itu bertemu Dora dan mengabarkan pesan Aji Saka. Maka Dora pun mendatangi Sembodo untuk memberitahukan perintah Aji Saka. Sembodo menolak memberikan pusaka itu karena ia ingat pesan Aji Saka: tidak ada seorangpun kecuali Aji Saka sendiri yang boleh mengambil pusaka itu. Dora dan Sembodo saling mencurigai bahwa masing-masing pihak ingin mencuri pusaka tersebut. Akhirnya mereka bertarung, dan karena kedigjayaan keduanya sama maka mereka sama-sama mati. Aji Saka heran mengapa pusaka itu setelah sekian lama belum datang juga, maka ia pun pulang ke Bumi Majeti. Aji saka terkejut menemukan mayat kedua abdi setianya dan akhirnya menyadari kesalahpahaman antara keduanya berujung kepada tragedi ini. Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya maka Aji Saka menciptakan sebuah puisi yang jika dibaca menjadi Aksara Jawa hanacaraka. Susunan alfabet aksara Jawa menjadi puisi sekaligus pangram sempurna, yang diterjemahkan sebagai berikut.:
Hana caraka Ada dua utusan 
data sawala Yang saling berselisih
padha jayanya (Mereka) sama jayanya (dalam perkelahian) 
maga bathanga Inilah mayat (mereka).
secara rinci:
hana / ana = ada
caraka = utusan (arti sesungguhnya, 'orang kepercayaan')
data = punya 
sawala = perbedaan (perselisihan) 
padha = sama 
jayanya = 'kekuatannya' atau 'kedigjayaannya', 'jaya' dapat berarti 'kejayaan'
maga = 'inilah' 
bathanga = mayatnya

Lihat juga

Referensi



1 komentar:

  1. Kalender Jawa
    Kalender Jawa dalam sejarahnya selalu terkait dengan huruf jawa. Kalau kalender jawa , berdasarkan Sangkan Paran Dumadining Bhawana”, sedangkan huruf jawa berdasarkan “Sangkan Paraning Dumadi” Alkisah menurut Hikayat jawa, pertamakali kalender jawa dibuat oleh MpuHubayun pada 911 SM (Sebelum Masehi) dan pada tahun 50 SM Prabu Sri Maharaja Punggung I atau Ki Ajar Padang I melakukan perubahan pada Huruf dan Sastra Jawa.
    Selanjutnya perubahan dilakukan oleh Prabu Aji Saka pada 21 Juni 77 M (Masehi), Dalam budaya jawa perhitungan selalu dimulai dari angka nol (0) atau DAS, sehingga kalender jawa dimulai lagi dari tanggal 1 Badrawarna tahun Sri Harsa, Windu Kuntoro atau tanggal 1 Bulan 1 Tahun 1. Windu 1 tepat pada hari Radite Kasih (Minggu Kliwon) Hari ini ditetapkan sebagai permulaan perhitungan Kalender Jawa. Bertepatan dengan tanggal 21 Junitahun 78 Masehi. Kalender jawa menggunakan pedoman peredaran matahari (Solar).
    Prabu Ajisaka adalah aseli orang jawa dan bukan berasal dari India, serta memiliki banyak nama atau gelar. Antara lain gelar2 beliau adalah: Prabu Jaka Sengkala; Prabu Widyaka; Prabu Sindula; Prabu Sri Maha Punggung III; Ki Ajar Pandang III; Salah satu petilasannya adalah Mrapen (Api Abadi) daerah Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah.
    Bukti bahwa Aji Saka adalah Jawa:
    1. Pusaka yang diperebutkan oleh para Pembantunya (Punakawan) adalah pusaka Keris. Yang sampai saat ini diketahui bahwa keris adalah pusaka jawa.
    2. Pembantu atau punakawan Ajisaka ada 4 orang yaitu Dura, Sembada, Duga dan Prayoga. Yang berarti air, api, tanah dan angin.
    3. Keempat anasil yang terdapat dalam alam semesta atau yang disebut Makro Kosmos juga terdapat dalam tubuh manusia yang disebut Bhawana alit atau Mokro Kosmos.
    4. Sedangkan nama Aji Saka adalah berasal dari bahasa jawa kuno yang berarti Raja Pinandita atau pemimpin spiritual.
    Sejak kejatuhan Majapahit diabad ke 15 Masehi Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakra Kesuma, pada waktu itu ada ancaman pengaruh bangsa asing yang menguasai Sunda Kelapa (Batavia), Sehingga akulturisasi 3 unsur budaya/kepercayaan/agama yaitu Jawa,Hindu, dan Islam, yang sangat mempengaruhi masyarakat Akulturisasi diperlukan untuk kesatuan dan persatuan. Secara simbolis dinyatakan dalam bentuk kalender jawa
    Perbedaan perhitungan sistem Solar Kalender jawa dan Sistem Lunar kalender Hijriyah diatasi dengan menghilangkan satu masa perhitungan jawa. Meski demikian masih terdapat selisih satu hari antara perhitungan lunar dan solar. Oleh sebab itu diadakanlah tahun ABOGE (tanggal 1 Suro jatuh pada hari Rebo Wage) dan ASAPON yaitu tahun Alip 1 Asyura jatuh pada hari Selasa Pon. Perubahan ini jatuh pada 1 Muharam 1043 = 29 Besar 1554 jawa = 8 Juli 1663 Masehi.
    Terlepas dari masalah dan polemik yang ada akan masalah kalender, ada baiknya jika mulai saat ini Kalender jawa yang aseli dipublikasikan kembali. Sesungguhnya jati diri jawa yang memiliki kalender sendiri di tunjukkan kepada khalayak. Jauh sebelum kalender Masehi (911 tahun Sebelum Masehi, jawa sudah punya kalender sendiri.
    Kalender Jawa adalah kalender budaya yang tidak menyangkut agama aliran kepercayaan atau apapun namanya, 1 Suro tahun ini jatuh pada Minggu 9 Oktober 2017 Masehi yaitu 1Suro tahun 2928 Mpu Hubayun.

    BalasHapus